- Salah sesuatu persoalan terbesar di Indonesia sendiri adalah kekerasan terhadap wanita dan anak. Hal ini kelihatan dari data Badan PBB buat anak (UNICEF) yg memamerkan bahwa sekitar 17 persen wanita di Indonesia menikah sebelum usia 18 tahun.
Untuk itu, Antarini Arna, Direktur Program Keadilan Gender Oxfam di Indonesia, menjelaskan mengenai dampak negatif dari pernikahan anak di bawah umur.
“Jika anak dikawinkan di usia dini mulai membuat hidupnya tak baik karena dia putus sekolah, kesepian, dan rentan kekerasan,” ujarnya dalam Talkshow: Penghapusan Praktik Perkawinan Anak di Indonesia, Jakarta, Kamis (8/12/2016).
Pernikahan anak pada dasarnya terjadi karena berbagai jenis alasan, di antaranya kepercayaan dan budaya yg menyatakan bahwa wanita telah layak menikah saat sudah mengalami menstruasi.
Kemudian, disebabkan karena alasan ekonomi yg menempatkan wanita sebagai beban tambahan buat keluarga sehingga dengan dinikahkan, maka mulai mengurangi beban keluarga.
Selain itu, juga karena kerangka hukum yg menyebabkan wanita mampu menikah secara legal di bawah usia 16 tahun.
Orangtua dan orang-orang dewasa di sekeliling anak wajib mengetahui, anak perempuan juga membutuhkan keadilan di mana mereka juga bisa mengejar mimpi dan mendapatkan kehidupan yg lebih baik.
Selain itu, menikahkan bukan berarti memberi anak kehidupan yg lebih baik.
Dian Kartika Sari, Direktur Koalisi Perempuan Indonesia, justru mengungkapkan bahwa perkawinan anak bukan saja berada dalam lingkaran kekerasan, tapi juga dalam lingkaran kemiskinan.
“Memutus perkawinan anak berarti mengurangi kemiskinan,” ucapnya.
Oleh karena itu, dia pun berpesan kepada orangtua bagi tak menikahkan anak-anaknya, dan kepada orang dewasa bagi tak menikahi anak-anak.
Source : female.kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar