JAKARTA, - Upaya menyelamatkan bahasa daerah dari ancaman kepunahan memerlukan sinergi antarpemangku kepentingan. Konservasi yg dikerjakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu ditindaklanjuti pemerintah daerah secara konkret di persekolahan ataupun komunitas.
Hal itu dikemukakan Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud Hurip Danu Ismadi, Rabu (22/2), di Jakarta, di sela seminar nasional dan festival bahasa ibu.
Menurut Danu, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud melalui unit pelaksana teknis (UPT) di daerah sejauh ini sudah bekerja sama dengan pemangku kepentingan di daerah. Belum lama ini, UPT di Kalimantan Timur melakukan konservasi dan revitalisasi bahasa daerah di wilayah itu.
UPT melakukan pemetaan bahasa bagi mengetahui persebaran bahasa dan wilayahnya. Kemudian, dikerjakan kajian vitalitas bahasa bagi mengetahui daya hidup sebuah bahasa. Lalu, dikerjakan konservasi dan revitalisasi.
"Langkah terakhir ini lebih konkret dijabarkan oleh pemerintah daerah dalam muatan lokal kurikulum di sekolah, juga dikuatkan melalui komunitas pengguna dan pemerhati bahasa tersebut," ujar Danu. Langkah strategis ini sudah berjalan di Jawa-Bali dan wilayah lain.
Peran pemerintah daerah melindungi bahasa dan sastra daerah sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Hasil kajian menunjukkan, dua bahasa kini mengalami ancaman kepunahan, seperti di Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua.
Sepanjang tahun 2016, Kemdikbud memetakan dan memverifikasi 646 bahasa daerah dari 2.348 daerah penelitian. Dari 646 bahasa daerah itu, terdapat sejumlah bahasa yg vitalitasnya terancam punah, bahkan telah punah. Selama tahun 2011-2016, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa sudah memetakan vitalitas 52 bahasa daerah.
Dari 52 bahasa tersebut, terdapat 11 bahasa daerah yg telah punah, 3 bahasa berstatus kritis, 12 bahasa berstatus terancam punah, 2 bahasa berstatus rentan, dan 12 bahasa yg berstatus aman (seperti Jawa, Sunda, Aceh, Bali, Bugis, Makassar, Muna, dan Sentani).
Hari Bahasa Ibu Internasional 2017 diperingati di Universitas PGRI Semarang, Jawa Tengah, Selasa-Rabu. Dalam kesempatan itu terungkap, penggunaan bahasa ibu di masyarakat kian ditinggalkan seiring pandangan manusia modern yg cenderung menganggapnya sebagai hal kuno. Padahal, selain alat komunikasi, bahasa ibu juga bermuatan nilai kasih sayang manusia. (GRE/NAR)
Source : nasional.kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar