Kisah Dodi Bertemu Jodoh di Internet, Berawal dari Pesan ICQ dari Singapura

Posted by rarirureo on 2/14/2017

Kisah Dodi Bertemu Jodoh di Internet, Berawal dari Pesan ICQ dari Singapura

JAKARTA, - Inilah salah sesuatu buah manis dari teknologi internet. Gusdiharto Pratomo (42) tidak pernah berniat mencari jodoh di ruang maya.

Lebih kurang 15 tahun lalu, pada suatu siang di pertengahan 2002, jodoh itu tiba dengan sendirinya menyapa Gusdiharto yg sedang duduk di meja kerjanya.

"Tiba-tiba ada pesan yg muncul dari aplikasi ICQ di komputer kantor saya. Namanya Nurfadhillah, orang Singapura. Dia yg sekarang jadi istri saya," kata pria yg akrab disapa Dodi tersebut pada KompasTekno, Senin (13/2/2017).

Dodi bercerita bahwa Nurfadhillah (35) kala itu baru pertama kali menjajal ICQ.

Layanan ICQ sejatinya adalah layanan chat yg mampu disebut mirip dengan Tinder. Bedanya, ICQ yaitu layanan di desktop yg booming belasan tahun lalu, sementara Tinder adalah aplikasi mobile masa kini.

Prinsipnya sama, yakni mempertemukan beberapa orang yg tidak saling kenal dalam sebuah platform chatting. Pengguna cukup memasukkan kriteria orang yg hendak ditemui. Kriteria itu berupa macam kelamin, usia, lokasi, serta ketertarikan. ICQ kemudian mulai mencarikan orang yg sesuai kriteria tersebut.

"Nama aku ternyata muncul pada hasil pencarian kriteria yg dimasukan Nurfadhilla," kata Dodi.

Mula-mula Nurfadhillah banyak bertanya tentang cara bermain ICQ, dahulu perbincangan mereka berkembang ke ranah film, musik, dan buku.

The Lord of The Rings adalah salah sesuatu topik andalan Dodi dan Nurfadhilla di masa-masa awal berkenalan. Dodi mulanya mengira film garapan Peter Jackson tersebut lebih banyak diminati kaum adam.

Nyatanya Nurfadhillah pun sangat menyukai film bergenre fantasi itu. Fakta ini sedikit banyak memicu kekaguman Dodi. "Saya merasa dia beda dari perempuan pada umumnya," ujarnya.

Pertemuan pertama di Negeri Singa

Lebih kurang setahun berkomunikasi secara virtual, Dodi merasa telah mengenal Nurfadhillah secara mendalam. Tak sekadar soal selera dan hobi, mereka juga berdiskusi tentang prinsip dan problematika kehidupan.

"Dia suka cerita kalau ada masalah. Dari situ kalian saling mengenal karakter," kata Dodi.

Ia kemudian memantapkan tekad mengunjungi Nurfadhillah ke Singapura pada 2003. Kala itu, Dodi ingat betul tiket pesawat ke sana masih mahal. Ia harus menabung sembari mencari waktu cuti yg pas agar tidak mengganggu kerjaan.

"Tiket masih Rp 3 jutaan, nggak kayak sekarang ratusan ribu saja dapat," ia bertutur sambil terkekeh.

Dodi tidak memberi tahu Nurfadhilla tentang rencana kedatangannya karena sengaja ingin memberi kejutan. Setelah duit terkumpul dan izin cuti digenggam, ia langsung berangkat ke Negeri Singa.

Waktu itu Nurfadhillah sedang bekerja jaga malam di bandara Changi, Singapura. Dodi telah tahu jadwalnya dan sabar menunggu hingga Nurfadhillah menyelesaikan pekerjaannya.

"Kami akhirnya bertemu setelah Nurfadhilla selesai bekerja. Saya tidak merasa canggung sama sekali karena tidak ada perbedaan antara komunikasi kalian di dunia maya dan nyata," kata Dodi.

Tanpa perlu banyak kata dan pengakuan, malam itu keduanya sama-sama tahu bahwa mereka telah pacaran.

Pernikahan lintas budaya

Pertemuan pertama memberi kesan mendalam buat Dodi dan Nurfadhillah. Mereka makin serius berkomitmen dan makin kadang mengunjungi sesuatu sama lain.

Mereka bertemu kira-kira tiga bulan sekali. Kadang Dodi yg ke Singapura, tidak jarang pula Nurfadhillah yg ke Jakarta. Waktu-waktu kunjungan itu sekaligus digunakan buat beradaptasi dan mengenal lebih jauh tentang budaya dan keluarga masing-masing.

Nurfadhillah asli Melayu, sementara Dodi adalah orang Indonesia. Tentu ada perbedaan yg perlu dipelajari secara matang sebelum beranjak ke jenjang hubungan yg lebih serius.

"Satu tahun pacaran, tahun 2004 aku ke Singapura buat melamar Nurfadhillah. Kami tunangan pada bulan November, lantas menikah pada Desember 2005," Dodi bercerita.

Sebelum menikah, Dodi mengurus kepindahannya ke Singapura. Kebetulan perusahaan tempat ia bekerja ketika itu milik cabang di negeri tetangga. Namun apa daya, setelah menikah,

Terlepas dari jauhnya jarak yg membentang antara Jakarta dan Singapura, Dodi masih bersyukur. Ia merasa merasa tetap dekat dengan sang istri berkat perkembangan teknologi yg semakin canggih.

"Sekarang semuanya mudah. Saya dapat video call pakai Skype segera dari smartphone kalau mau melihat istri kapan pun dan di mana pun," ucapnya.

Selain itu, frekuensi pertemuannya dengan sang istri dibuat lebih sering. Jika lalu rata-rata tiga bulan sekali, maka sekarang beberapa hingga tiga pekan sekali.

Dok. pribadi Gusdiharto Pratomo pertama kali bertemu istrinya, Dilla, yg berasal dari Singapura di internet. Kini mereka telah dinaungi anak laki-laki berusia 6 tahun bernama Ammar Ilhan.Kebahagiaan pernikahan mereka pun semakin lengkap dengan kehadiran anak lelaki bernama Ammar Ilhan yg sekarang berusia 6 tahun. Ammar tinggal bersama Nurfadhillah di Singapura.

"Anak aku bikin semangat bagi sering-sering ke Singapura. Kalau aku terlalu sibuk, platform digital jadi andalan agar tetap merasa dekat," kata Dodi.

Siapa sangka hubungan yg bermula dari obrolan di ruang chatting berujung di pelaminan. Sudah belasan tahun Dodi menjalin hubungan jarak jauh dengan sang istri dan belakangan sang anak. Sudah belasan tahun pula Dodi merasa terbantu dengan teknologi komunikasi.

"Cita-cita kalian tetap mau tinggal bersama, semoga dalam waktu dekat," Dodi menutup pembicaraan. Mari kami amini bersama.


Source : tekno.kompas.com

Share this

Blog, Updated at: 22.00

0 komentar:

Posting Komentar