MEDAN, - Sidang lanjutan masalah dugaan penipuan dengan terdakwa mantan calon Wali Kota Medan 2015, Ramadhan Pohan dan Linda Hora Panjaitan alias Linda (berkas terpisah) kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (1/2/2017).
Dalam persidangan kali ini, saksi pelapor Laurenz Hanry Hamonangan Sianipar yg meminjamkan uangnya sebanyak Rp 4,5 miliar mengatakan, memberikan uang kepada Linda sehari sebelum pencoblosan Pilkada Medan yakni pada 8 Desember 2015.
"Saya bawa uang Rp 500 juta dari rumah. Lalu ke Bank Mandiri S Parman ambil uang Rp 500 juta. Untuk mencairkan Rp 3,5 lagi, Kepala Cabang Bank Mandiri S Parman bernama Citra Panjaitan menganjurkan aku menarik uang di Bank Mandiri cabang Imam Bonjol. Penarikkan uang tak melalui teller karena telah sore dan bank telah tutup," kata Hanry.
"Uang itu diterima Linda dan kuitansi ditandatanganinya, enggak ada tanda tangan Ramadhan di situ. Saya kasih pinjaman uang karena diimingi bunga uang sebesar Rp 400 juta dalam seminggu jangka waktu pinjaman," tambahnya.
Sementara ibu Hanry, Rotua Hotnida Simanjuntak yg kehilangan uang sebanyak Rp 10,8 miliar dalam masalah yg sama menyebutkan, Linda dan Ramadhan menemuinya di rumah bagi meminjam uang keperluan kampanye.
Namun sama seperti Hanry, dia pun memberikan uang Linda, bukan kepada Ramadhan. Rotua juga mau meminjamkan uangnya karena dijanjikan bunga uang sebesar tiga persen dari jumlah uang yg dipinjamkan.
"Linda bilang ke saya, uang bantuan dari Jakarta belum masuk jadi pinjam uang aku dulu. Kalau uang bantuan tak masuk sampai waktu pengembalian uang, maka Ramadhan mulai menjual rumahnya yg di Jakarta. Dia memperlihatkan fotocopy laporan kekayaan Ramadhan ke KPK sama saya. Belakangan, aku baru tahu kalau rumah yg mulai dijual bukan milik Ramadhan," kata Rotua.
Saat dimintai pendapatnya terkait informasi kedua saksi oleh hakim, Ramadhan menyampaikan Linda bukanlah tim suksesnya.
"Nama Linda tak ada di SK tim sukses. Saya tak ada menerima uang yg dituduhkan itu sepeser pun. Saya tak ada pinjam-meminjam apalagi pakai bunga, dapat dicek. Kenapa saksi memberikan uang begitu banyak kepada Linda, sedangkan Linda bukan tim sukses," ucap Ramadhan.
"Saya tahu ada transaksi uang miliaran rupiah antara saksi dan Linda dari penyidik polisi. Saya tak pernah menandatangani kuitansi apa pun. Data-data kekayaan di KPK itu juga tak benar. Kami juga tak pernah berpikir menjual rumah buat kampanye," tambahnya.
Sidang yg diketuai Hakim Djaniko MH Girsang dan jaksa penuntut umum (JPU) Debora Sabarita Siahaan dan Emmy berlangsung hingga sore hari.
Terlihat puluhan massa Dewan Pimpinan Provinsi Serikat Kerakyatan Indonesia Sumatera Utara (DPP Sakti Sumut) menggelar aksi tutup mulut pakai masker, menutup telinga dengan kapas, dan menutup mata memakai plastik hitam. Massa mengenakan kaos putih bertuliskan 'Kaya Miskin Pejabat Rakyat Semua Sama di Mata Hukum'.
Tongam Freddy Siregar, Ketua LSM Sakti-Sumut mengatakan, aksi yg mereka lakukan sebagai gambaran sistem peradilan di Indonesia ketika ini.
“Kami tutup mata, telinga dan mulut karena hukum kami telah tuli, buta dan tak dapat melihat kebenaran dan keadilan. Kami mulai selalu mengawal persidangan ini," katanya.
Dia menambahkan, pada persidangan minggu depan mereka mulai berpenampilan unik buat menyindir penegak hukum Indonesia.
Seperti diberitakan, jaksa mendakwa Ramadhan dan Linda sudah melakukan penipuan dan menggelapkan uang sebesar Rp 15,3 miliar. Keduanya didakwa melanggar Pasal 378 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 KUH Pidana. Subsidernya, Pasal 372 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 KUH Pidana.
Source : regional.kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar