Yesus Bukan Hanya Milik Orang Kristen, Selamat Natal Kawans

Posted by rarirureo on 12/25/2016

Yesus Bukan Hanya Milik Orang Kristen, Selamat Natal Kawans
Oleh: Heru Margianto

Anda tak perlu setuju dengan saya. Saya pun tak butuh disetujui. Setujuilah jalan Anda sendiri karena seandainya Anda masuk ke kedalaman jiwa, tak pernah ada jalan yg sama meskipun kami menuju arah “pulang” yg sama.

Tulisan ini tak mewakili institusi manapun atau agama apapun. Ini cuma catatan seorang pejalan hina dina yg coba mencari “jalan pulang” di gelapnya malam yg bertaburan bintang-bintang.

Begini, mungkinkah kalian bicara tentang Yesus tanpa melibatkan kekristenan? Mungkinkah kami mengikuti Yesus dan menimba kebajikan hidup dari ajaran-Nya tanpa harus menjadi orang beragama Kristen, baik Protestan maupun Katolik?

Yesus bukan orang Kristen. Yesus adalah orang Yahudi. Kata Kristen baru muncul setelah Yesus wafat. Oleh para pengikutnya, Yesus diimani sebagai Kristus yg artinya “Yang diurapi”, Raja, Sang Juruselamat. Kristen artinya pengikut Kristus.

Perjalanan sejarah selama 2.000 tahun ini kemudian “mengkerangkeng” Yesus seolah-olah ia cuma punya orang beragama Kristen. Jika ingin menjadi pengikut Yesus maka orang harus menganut agama Kristen.

Bisakah menjadi pengikut Yesus, menimba kebajikan hidup daripada-Nya dan menjadikan sosok serta ajaran-Nya sebagai panduan hidup tanpa harus menjadi orang beragama Kristen?

Kenapa tidak? Yesus tak mendirikan agama tertentu dan mengeksklusifkan dirinya untuk para pemeluk agama itu. Yesus tiba bagi segala orang.

Maka, kalian tak perlu menjadi penganut agama Kristen buat mengikuti jalan terang kehidupan yg dijajarkan-Nya.

Manusia paripurna

Apa yg diajarkan Yesus? Bagi saya, Ia tiba mengajarkan cara menjalani hidup bagi menjadi manusia paripurna.

Artinya, manusia yg menyadari ke-Ilahi-an dalam dirinya. Manusia tercerahkan seperti halnya Sidharta Gautama.

Manusia yg menyadari kemanunggalan kawula dan Gusti dalam tradisi Jawa. Manusia yg menyadari bahwa dirinya dan Tuhan adalah satu. Manusia yg terbangun dari ilusi keterpisahan antara dirinya dan Tuhan.

Itu yg dikatakan Yesus pada Filipus, salah seorang muridnya. Pada suatu waktu Filipus bertanya pada-Nya, “Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami. Itu telah cukup untuk untuk kami.”

Jawab Yesus, “Tidak percayakah engkau bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku?”

Pada bagian yang lain ia berkata, mulai ada saatnya kalian menyadari bahwa “Aku di dalam Bapa-Ku dan kamu di dalam Aku dan Aku di dalam kamu.”

Nasihat Yesus pada Filipus seperti nasihat Sri Krishna kepada Arjuna di padang Kurusetra menjelang perang Baratayudha sekitar 3000 tahun sebelum Masehi sebagaimana dikisahkan dalam Bhagavad Gita.

“Wahai Arjuna Putra Pandu, setelah meraih pengetahuan sejati dan tercerahkan,

Panggilan Yesus itu bersifat universal ditujukan kepada segala manusia di muka bumi. Panggilan itu pun sejatinya juga kerinduan seluruh manusia yg mendambakan kebahagiaan hidup.

Yesus mengajarkan, kebahagiaan hidup yg sejati cuma bisa dicapai seandainya manusia sadar bahwa dirinya dan Tuhan adalah satu.

Kebahagiaan itu dapat dicapai dalam kehidupan di sini, ketika ini, tanpa harus menunggu kematian dan dunia akhirat. “Carilah lalu Kerajaan Allah maka semuanya mulai diberikan kepadamu.”

Agama cuma kulit luar, bukan buahnya. Buahnya ada di kedalaman batin, tertutup ego, ambisi, nafsu, amarah, dengki, benci, iri hati, dan ketamakan. Masuklah ke dalam. Jalan yg sulit memang. Tapi, hanya itu jalannya.

Dalam arti tertentu agama yg dimaknai pada kulit luarnya menjadi berbahaya saat ia menjadi instrumen yg mengotak-ngotakkan manusia.

THINKSTOCK Ilustrasi.Mereka yg berada di dalam kotak hampir terus mulai berkata, kotakku yg paling benar, kotakmu salah.

Afirmasi bahwa saya yg paling benar, saya bagian dari kelompok terpilih, agamaku yg paling suci, dalam perjalanan sejarah membuktikan lahirnya penindasan-penindasan dan beragam kejahatan atas kemanusiaan. Justru afirmasi jenis ini yg ingin dihancurkan Yesus.

Tak ada bangsa terpilih sebagaimana keyakinan bangsa Yahudi. Semua orang adalah terpilih. Semua manusia, apapun suku dan kelompoknya adalah sama derajatnya di hadapan Sang Pencipta dan dipanggil pulang bagi bersatu dalam rumahNya.

Tuhan yg satu

Dalam terang itu Yesus berkata, “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.”

Tuhan siapa?

Bukan Tuhan Kristen, bukan Tuhan Hindu, bukan Tuhan Kejawen, bukan Tuhan Islam, bukan Tuhan Konghucu, bukan Tuhan Budha. Tapi, tuhan yg sesuatu itu, satu-satunya Sumber Kehidupan.

Ya, hanya ada sesuatu Tuhan itu. Tuhan yg sama yg dialami Yesus, Budha,

Yesus milik cerita yg sangat indah ketika menjawab pertanyaan yg diajukan oleh seorang Ahli Taurat tentang siapakah sesamaku manusia. Ia menuturkan kisah orang samaria yg baik hati. Ceritanya mampu dibaca di sini.

Sesamaku manusia adalah siapapun dia yg mengalami kesusahan tanpa harus memandang agama, suku, ras, dan golongannya.

Bagi Yesus seorang manusia berharga karena ia adalah manusia, bukan karena latar belakang atau atribut sosialnya. Bahkan, seorang yg dianggap pendosa oleh kelompok masyarakat adalah mulia di mata Yesus.

Itulah kenapa ia memilih singgah di rumah Zakeus pemungut cukai yg dibenci oleh masyarakat Yahudi.

Itulah kenapa ia membela seorang pelacur yg hendak dirajam batu, menyembuhkan orang kusta dan buta yg dipandang hina masyarakat karena dianggap mengidap dosa turunan.

Kemanusiaan yg diajarkan Yesus adalah kemanusiaan yg tak mengenal batas-batas tembok.

Baca: Tentang Malaikat Tak Bersayap, Tak Cemerlang, dan Tak Rupawan

Dalam terang jalan kemanusiaan universal ini, Natal sungguh bukan previlegi orang Kristen. Natal bisa dimiliki dan dirayakan oleh seluruh orang di seluruh penjuru bumi yg mencari kebajikan hidup.

Pada hari Natal kalian mengenang kelahiran seorang manusia yg sudah tercerahkan budinya dan mengajarkan bagaimana caranya mencintai Tuhan dan sesama.

Selamat Natal, kawans. Semoga seluruh mahluk berbahagia.


Source : nasional.kompas.com

Share this

Blog, Updated at: 10.00

0 komentar:

Posting Komentar