YANGON, - PBB menyerukan agar pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi mengunjungi negara bagian Rakhine.
Rakhine adalah tempat di mana tentara Myanmar dituduh melakukan pembunuhan brutal terhadap etnis minoritas Rohingya.
Peraih hadiah Nobel perdamaian itu mendapatkan tekanan internasional karena tidak menghentikan kampanye militer di Rakhine.
Alhasil, sekitar 20.000 orang warga etnis Rohingya menyeberangi perbatasan ke Banglades sambil membawa setumpuk kisah kekejaman tentara berupa pemerkosaan, pembunuhan, dan pembakaran.
Dalam sebuah pernyataan yg diluncurkan di New York, Kamis (8/12/2016), penasihat khusus tentang Myanmar, Vijay Nambiar secara segera meminta Suu Kyi buat turun tangan.
"Pendekatan defensif ketimbang proaktif yg diadopsi buat memberikan keamanan untuk rakyat setempat, memunculkan rasa frustrasi di level lokal dan kekecewaan secara internasional," ujar Nambiar.
"Saya juga mendesak kepada Daw Suu Kyi bagi mengunjungi Maungdaw dan Buthiadung bagi memastikan kepada rakyat setempat bahwa mereka terlindungi," tambah Nambiar merujuk dua kawasan yg "dikunci" militer Myanmar.
Pertumpahan darah di kawasan itu yaitu tantangan terbesar buat Suu Kyi sejak partai politik pimpinan memenangkan pemilu demokratis pertama di Myanmar.
Situasi ini membuat negara-negara Muslim di sekitar Myanmar bergejolak menggelar aksi protes menentang diskriminasi terhadap etnis Rohingya.
Bahkan, PM Malaysia Najib Razak memimpin segera unjuk rasa di Kuala Lumpur dan secara segera mengecam Suu Kyi di hadapan 5.000 peserta demonstrasi.
"Apa gunanya Aung San Suu Kyi mendapatkan hadiah Nobel. Dunia tidak dapat duduk diam menyaksikan genosida sedang terjadi," ujar Najib.
Source : internasional.kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar