KOMPAS - Berawal dari berdagang, warga di tapal batas Kalimantan Barat tekun menjaga keberagaman. Mereka kikis perbedaan bagi menumbuhkan persaudaraan.
Kehangatan dengan cepat hadir di rumah Ignatius (40), warga Entikong,
Berada 260 kilometer dari Pontianak, Kalimantan Barat, warga Entikong tak milik banyak pilihan, terpaksa melintas ke negara tetangga buat sekadar memenuhi kebutuhan dapur. Pasar Tebedu di Sarawak, Malaysia, cuma 10 menit dari Entikong. Kontras apabila warga harus pergi ke pasar di dalam negeri yg terdekat di Sanggau. Jaraknya sekitar 135 kilometer atau setara dengan 3 jam perjalanan memakai kendaraan bermotor.
Harga yg lebih murah juga menjadi pilihan. Minuman ringan, misalnya, di Malaysia harga per dusnya Rp 20.000. Kalau ngotot membeli dari Pontianak atau Sanggau, harganya pun melonjak 2-4 kali lipat.
Dengan kemudahan seperti itu, Tebedu semakin vital buat perekonomian warga Entikong. Meskipun jual-beli warga antarnegara dibatasi Perjanjian Sosial Ekonomi Malaysia Indonesia (Sosek Malindo), yg mengatur batas belanja cuma 600 ringgit Malaysia atau sekitar Rp 2 juta orang per bulan, dulu lintas perdagangan Entikong-Tebedu tidak pernah sepi.
Akan tetapi, di tengah ironi kawasan itu, kisah damai itu muncul. Ignatius mengatakan, kunjungan seperti yg dikerjakan Jip terus dibalasnya. Saat Jip merayakan Tahun Baru Imlek, Ignatius tiba ke Tebedu buat mengucapkan selamat.
Camat Entikong Suparman menuturkan, perdagangan ikut membentuk hubungan batin di antara warga kedua negara. Tidak sekadar memenuhi kebutuhan ekonomi, hubungan itu ampuh meredam potensi konflik. "Kami saling membutuhkan, bukan ketergantungan," katanya lagi.
Kerja bersama
Hubungan baik juga membuat beragam kegiatan yg melibatkan warga Indonesia dan Malaysia lebih gampang dilakukan. Contohnya, setiap tahun digelar Pekan Olahraga Sosek Malindo. Warga kedua negara bertanding beragam macam olahraga. Tiap warga pun menjadi duta persaudaraan, mewakili negaranya masing-masing.
Upaya menjaga keberagaman di perbatasan Indonesia-Malaysia juga dikerjakan warga Kabupaten Kapuas Hulu, yg berjarak sekitar 600 kilometer dari perbatasan Malaysia. Marcellus (60), warga Kapuas Hulu, mengatakan, perdagangan membuat hubungannya dengan warga Muslim di Kapuas Hulu atau Malaysia tetap terjaga. Natal juga kerap dipakai bagi mempererat tali silaturahim itu.
Beberapa gereja di Kapuas Hulu rutin menggelar pertandingan olahraga dan umat dari agama lain, termasuk warga Muslim, menjadi peserta. "Meski tinggal jauh di perbatasan,
Source : regional.kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar