YOGYAKARTA, - Siang itu terik matahari begitu menyengat di Kota Yogyakarta. Di salah sesuatu rumah yg berada Kampung Dipowinatan, Kelurahan Keparakan, Kecamatan Mergangsan, Tertib Suratmo duduk di sebuah kursi yg ada di ruangan depan.
Tepat di depannya terdapat papan kayu datar dengan alas koran bekas dan dua plastik berbentuk bulat pipih berisi cat berbagai warna.
Kursi itu kelihatan sempit, karena terjepit rak kayu, yg dipenuhi berbagai buku di sebelah kanan. Sementara di sebelah kiri, terdapat meja yg di atasnya terdapat sebuah kardus besar dengan tumpukan-tumpukan karton.
Di dalam keheningan, jari-jarinya yg ketika ini sudah dipenuhi kerutan menari bersama kuas di atas karton. Panasnya udara karena berada di bawah atap asbes tidak menganggu konsentrasinya. Sebuah Kipas angin yg berputar begitu cepat, setidaknya sedikit menyejukkan tubuh Tertib Suratmo yg ketika ini sudah berusia 76 tahun.
"Ini aku sedang menyungging wayang. Ini (tokoh wayang) Anggodo," ujar Tertib Suratmo, ketika ditemui dirumahnya Kampung Dipowinatan, Rt 06/02 MG I /69 , Keparakan, Mergangsan, Kota Yogyakarta Rabu (8/3/2017).
Tertib Suratmo yaitu salah sesuatu pembuat wayang dari karton yg ada di Yogyakarta.
Aktivitas membuat wayang kertas karton ini ia lakukan setiap hari di rumahnya. Sembari memegang karyanya yg belum selesai dikerjakan, Tertib Suratmo menceritakan perjalanan hidupnya hingga akhirnya menekuni membuat wayang berbahan karton.
Dunia wayang telah dikenalnya sejak masih anak-anak. Bahkan setiap kali ada pementasan wayang, ia tak pernah ketinggalan menonton.
"Wah, kalau yg namanya nonton wayang aku senangnya bukan main. Setiap ada hajatan di tetangga desa, selalu ada wayang, aku terus nonton," tegasnya.
Kegemarannya itu, menjadikan dirinya tertarik membuat wayang sendiri. Kegiatannya sehari-hari, sembari menggembala kambing, Tertib mencari daun pandan yg ada di pinggir sungai.
Sesampainya di rumah, Tertib dulu menganyam satu-persatu daun pandan tersebut menjadi wayang.
"Awal aku belajar dari bapak ketika kecil. Bapak juga milik bakat, hanya tak pendidikan jadi ya cuma otodidak saja," bebernya.
/ Wijaya Kusuma Tertib Suratmo ketika menunjukan salah sesuatu karyanya Bakatnya di dunia seni, berlanjut hingga pria kelahiran Klaten 9 Maret 1940 ini menetapkan bagi masuk sekolah seni rupa (sekarang Sekolah Menengah Seni Rupa).
Di sela-sela sekolahnya, Tertib masih tetap mengasah kemampuannya di dunia wayang. Ia lantas ikut kursus menyungging (mewarnai) wayang di kompleks Keraton.
"Pendidikan khusus aku hanya kursus nyungging di kompleks pergelaran Keraton. Ya sekitar tahun 1965 an, tetapi aku hanya sebentar disana belajar pokok-pokoknya saja," kata Tertib.
Lulus dari sekolah Pendidikan Seni Rupa, Tertib menetapkan bergabung dengan WS Rendra di Bengkel Teater.
Berbagai proses dan pementasan bersama bengkel teater pernah ia lakoni. Hingga pentas dua daerah di Indonesia.
"Dekat kalau sama WS Rendra. Setelah lulus, aku memang gabung bengkel Teater dari tahun 1967 sampai 1975," urainya.
Di Bengkel Teater inilah lanjutnya, ia mendapatkan nama penghargaan. Nama penghargaan yg disematkan kepadanya adalah "Tertib".
"Nama asli aku itu sebenarnya, Suratmo. Nah di bengkel Teater itu ada nama penghargaan, aku diberinama Tertib, sekarang orang-orang manggil aku jadi Tertib Suratmo," terangnya sambil tersenyum.
Di sela-sela setelah latihan atau pementasan, Tertib pun masih menyempatkan membuat gambar sketsa wayang dikertas. Meskipun diakuinya tak ada teman yg tahu aktivitasnya itu.
Source : regional.kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar