Masih Identik dengan “Muslim Ban”, Perintah Eksekutif Baru Trump Ditolak

Posted by rarirureo on 3/07/2017

Masih Identik dengan “Muslim Ban”, Perintah Eksekutif Baru Trump Ditolak

WASHINGTON DC, Setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menandatangani perintah eksekutif barunya, kelompok hak-hak sipil AS dan pegiat kemanusiaan, kembali menyuarakan kecaman dan penolakan mereka.

Kelompok hak-hak sipil AS, Senin (6/3/2017), mengecam Trump karena kembali menandatangan peraturan imigrasi yg pernah ditolak sebelumnya, sekalipun peraturan ini telah direvisi.

Sedangkan kelompok pegiat Amnesty International mengatakan, perintah eksekutif yg baru “tetap memperlihatkan rasa benci dan ketakutan yg sama, dengan bungkus berbeda.”

Menurut Amnesty, “tidak ada revisi aturan yg membuat perintah eksekutif ini berbeda - selain bahwa ini yaitu ekspresi fanatisme yg terang-terangan.”

Para aktivis mengatakan, peraturan baru tersebut sama dengan “Muslim Ban”, peraturan yg diteken pada 27 Januari 2017, yg memicu aksi protes penolakan yg luas AS.

Para aktivis hak-hak sipil bersumpah buat memperkarakannya di pengadilan dan berusaha keras agar pengadilan federal mampu menangguhkan peraturan tersebut.

Serikat Kebebasan Sipil Amerika (ACLU) - yg berhasil mengatakan gugatan hukum terhadap perintah eksekutif sebelumnya - menyampaikan perintah eksekutif yg direvisi itu “mengandung kesalahan yg sama fatalnya” seperti perintah eksekutif sebelumnya.

“Satu-satunya cara buat memperbaiki larangan masuk warga Muslim adalah dengan tak memberlakukannya sama sekali,” kata Omar Jadwat, Direktur Proyek Hak Imigran ACLU.

Menurut Omar, “Ketika Presiden Trump memperlihatkan sikap diskriminatif terhadap agama tertentu, ia mulai menghadapi tentangan dari rakyat dan pengadilan,” ujar Omar Jadwat.

Menurut dia, perubahan yg dikerjakan pemerintah Trump dan pemberlakuan perintah eksekutif sebelumnya benar-benar merongrong keamanan nasional.

Revisi yg dikerjakan sebenarnya hanyalah sebuah alasan palsu. Presiden Trump, kata Jadwat, bersembunyi di balik alasan itu dan cuma memperkuat gugatan hukum terhadap perintah eksekutifnya yg tak konstitusional.

Sedangkan Dewan Hubungan Islam-AS (CAIR) dalam pernyataan tertulisnya menyatakan, perintah eksekutif yg baru itu “masih tetap yaitu larangan terhadap warga Muslim, bersifat diskriminatif dan tak konstitusional”.

Ringo Chiu Sekelompok demonstran mendukung peraturan imigrasi pemerintahan Presiden AS Donald Trump dalam sebuah aksi di Bandara Onternasional Los Angeles, California, AS, 4 Februari 2017. (Foto: Dokumentasi)Presiden Trump telah menandatangani perintah eksekutif baru, Senin (6/3/2017), dengan larangan masuk ke AS selama 90 hari untuk enam negara berpenduduk mayoritas Islam.

Irak - yg masuk dalam perintah eksekutif sebelumnya - dikeluarkan setelah tercapainya kesepakatan pemeriksaan visa tambahan dan saling berbagi data.

Perintah eksekutif baru - termasuk larangan selama 120 hari buat segala pengungsi- mulai diberlakukan akan 16 Maret 2017, bagi mengurangi gangguan perjalanan.

Sebab, perintah sebelumnya, yg diblok oleh pengadilan federal, sempat menyebabkan kebingungan di bandara-bandara dan memicu unjuk rasa besar-besaran.

Pemerintah Trump berpegang teguh pada alasan bahwa para pengungsi, sebagaimana imigran dan pendatang dari negara tertentu, menimbulkan resiko keamanan terhadap AS. Tetapi cuma memamerkan sedikit bukti tentang risiko itu.

Sementara itu pejabat-pejabat Gedung Putih hari Senin (6/3) mengeluarkan sebuah memorandum yg menyampaikan FBI sedang melakukan “penyelidikan terkait terorisme” atas sekitar 300 orang di semua AS yg masuk ke negara ini sebagai pengungsi.


Source : internasional.kompas.com

Share this

Blog, Updated at: 15.30

0 komentar:

Posting Komentar