MADIUN, - Kehidupan Mbah Kadiyem (85), warga RT 01/RW 01, Dusun Ngulubang, Desa Mlilir, Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun, menjadi perhatian banyak orang.
Semenjak hidup sebatang kara, Kadiyem cuma mengandalkan belas kasihan dari tetangga dan orang yang lain buat hidup. Pasalnya, semenjak tiga tahun terakhir, Kadiyem tidak sanggup berdiri.
Sehari-hari, Kadiyem cuma tergeletak tidak berdaya di sebuah kasur lusuh di ruang tamu rumahnya yg pengap.
Rumah berukuran sekitar 6 x 6 meter punya Kadiyem tersekat menjadi tiga bagian. Tak ada sesuatu pun perabotan rumah tangga. Dua ruangan masing-masing berukuran sesuatu setengah meter. Lantai dan temboknya berlubang.
Hanya terdapat dipan kayu yg telah lapuk dan dua peralatan dapur yg telah usang. Di samping kiri dan belakang rumah Kadiyem terhampar sawah. Di samping kanannya, terdapat rumah kecil yg telah kosong ditinggal pemiliknya.
Untuk penerangan ruang tamu yg menjadi kamar tidur, tetangganya berbaik hati mengulurkan listrik buat sekedar menerangi ruangan. Satu lampu listrik 10 watt ditaruh di atas ruang tamu dan sesuatu lampu berdaya 5 watt dipasang di teras rumahnya.
Lantaran tak ada keluarga yg merawat, seorang tetangga bernama Sulami terketuk hati merawat Kadiyem. Sulami yg berstatus janda beranak sesuatu ini dan tinggal persis di depan rumah Kadiyem.
Dia mengaku tidak tega melihat Sulami hidup sebatang kara. Meski penghasilannya serba pas-pasan karena hidup sebagai buruh tani, Sulami tidak pernah menyerah merawat Kadiyem. Keikhlasannya merawat nenek Kadiyem, membuat banyak orang berempati.
"Dulu sebelum keadaan Mbah Kadiyem tidak berdaya, dia masih mampu menghidupi dirinya sendiri. Tapi setelah badannya lemas empat tahun terakhir, aku yg memberi makan, minum, memandikan hingga membersihkan kotoran hajatnya karena mbah Kadiyem tak mampu berdiri dan berjalan lagi," kata Sulami di rumah Kadiyem, Senin (6/3/2017) siang.
Siang itu, karena ada tamu yg datang, Sulami coba membangunkan Kadiyem yg sedang tertidur pulas. Kadiyem yg dibangunkan tak menyahut. Sesekali Kadiyem melenguh dan tidur kembali.
Menurut Sulami, sebelum hidup sebatang kara, Kadiyem tinggal dengan kakak kandungnya yg sama-sama menjanda bernama Darmilah.
Namun semenjak Darmilah meninggal, keadaan kesehatan Kadiyem menurun drastis. Kadiyem tergolek lemas tidak berdaya dan cuma mampu terbaring di tempat tidurnya.
"Hari ini dia tak mau makan dan minum. Tadi aku telah mencoba suap bagi makan dan minum tetapi Mbah Kadiyem tak mau. Padahal kemarin masih mau makan dan minum," kata Sulami.
Sejak Kadiyem tergolek tidak berdaya di kasur, lanjut Sulami, dia jarang berbicara. Sesekali Nenek Kadiyem mengigau minta pulang. Tetapi saat ditanya mau pulang kemana, Kadiyem tidak menyahut.
"Pernah Mbah Kadiyem mengigau 'ayo muleh' (ayo pulang)," tutur Sulami.
Menurut dia, sejatinya Kadiyem memiliki anak semata wayang yg ketika ini tinggal di Lampung. Namun, dalam sepuluh tahun terakhir, anaknya yg bernama Gunari tidak kunjung tiba menengok ibundanya.
Padahal sebelumnya, Gunari rajin menengok Kadiyem dan mengirim uang bagi membiayai hidupnya lewat saudaranya yg tinggal di Ponorogo.
Bahkan Kadiyem pernah diajak ke Lampung oleh anaknya, tapi karena tak kerasan, dia akhirnya pulang kembali ke kampung halamannya. Semenjak memiliki beberapa istri, Gunari tidak lagi menengok ibundanya. Tak cuma itu, putra semata wayangnya itu pun jarang mengirimi uang kepada Kadiyem.
"Anaknya telah tak pulang sepuluh tahun. Suaminya pun telah meninggal lama. Mbah Kadiyem kini jatuh sakit dan tak mampu jalan lagi. Padahal lalu mampu berjalan dan memasak sendiri," ujar Sulami.
Source : regional.kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar