SEOUL, - Seorang biksu Buddha yang berasal Korea Selatan dalam keadaan kritis setelah melakukan aksi bakar diri. Demikian disampaikan pemerintah Korsel, Minggu (8/1/2017).
Biksu berusia 64 tahun tersebut melakukan aksi bakar diri sebagai protes kesepakatan kompensasi antara Jepang dan Korea Selatan terkait budak seks di masa Perang Dunia II.
Biksu itu mengalami luka bakar tingkat tiga di segala tubuhnya dan kerusakan serius di berbagai organ vitalnya.
Saat ini dia dalam keadaan tidak sadarkan diri dan tidak cuma mampu bernapas dengan disokong alat bantu. Demikian staf RS Universitas Nasional Seoul.
Aksi bakar diri itu terjadi pada Sabtu (7/1/2017), dalam sebuah aksi unjuk rasa di Seoul yg menyerukan pemberhentian Presiden Park Geun-hye.
Dalam catatannya, biksu itu menyebut Park sebagai pengkhianat terkait kesepakatan yg ditekennya bersama Jepang pada 2015.
Kesepakatan itu terkait upaya bagi mencari penyelesaian dan kompensasi terhadap sengketa lama Jepang dan Korea Selatan terkait para perempuan Korea yg menjadi budak seks tentara Jepang di masa Perang Dunia II.
Dalam kesepakatan itu, Jepang berjanji mulai membiayai sebuah yayasan yg berbasis di Seoul yg mulai membantu para korban perang itu.
Sementara itu, Korea Selatan berjanji mulai menghentikan kritikannya terhadap Jepang terkait persoalan ini.
Selain itu, pemerintahan Park juga berjanji mulai memerhatikan keluhan Tokyo terkait patung perunggu yg mengisahkan perbudakan seks di masa perang.
Patung itu didirikan tepat di depan kedutaan besar Jepang di Seoul sebagai bentuk kritik dan protes atas kekejaman di masa dulu itu.
Namun, kesepakatan itu selalu menuai kritik di Korea Selatan karena dianggap disepakati tanpa berkonsultasi dengan para korban atau keluarganya.
Para mahasiswa bahkan selama hampir sesuatu tahun melakukan aksi duduk di sekitar patung itu agar tak dirubuhkan pemerintahan Presiden Park.
Pada Jumat lalu, pemerintah Jepang sangat berang saat sebuah patung serupa didirikan di depan kantor konsulat Jepang di kota Busan.
Alhasil, Jepang menarik duta besarnya di Korea Selatan dan menunda seluruh pembicaraan terkait perekonomian.
Source : internasional.kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar