TOKYO, Penyakit sifilis meningkat tajam di Jepang. Kasus tersebut bahkan terjadi di antara wanita-wanita muda di negeri itu.
Kondisi inilah yg memaksa Kementerian Kesehatan Jepang membentuk tim riset khusus demi menemukan jalan bagi mencegah penyebaran penyakit tersebut.
Sifilis atau raja singa adalah salah sesuatu infeksi menular seksual (IMS) akibat bakteri yg bernama treponema pallidum.
Seperti diberitakan laman Kyodo, berdasarkan data yg dihimpun dari berbagai rumah sakit di Jepang, hingga awal Desember lalu, total penderita sifilis mencapai angka 4.259 orang.
Angka itu meningkat 77 persen dari jumlah 2.412 penderita pada periode yg sama tahun sebelumnya. Bahkan, melonjak tujuh kali lipat dari sesuatu dekade sebelumnya.
Infeksi ini dipercaya menyebar akibat perilaku heteroseksual. Kendati demikian, angka penyebaran dari ibu kepada anak pun disebut mengalami peningkatan.
Pemerintah Jepang pun mendorong warga yg merasa diri mereka berisiko terserang sifilis bagi menjalani pemeriksaan secepatnya.
Sebab, penyakit ini tetap mampu menyebar, meskipun penderita belum merasakan keluhan apa pun.
Perilaku para kaum muda Jepang yg berganti pasangan seks, kegiatan para pekerja industri seks, dan meningkatkan jumlah turis mancanegara, juga diduga menjadi pemicu cepatnya penyebaran penyakit ini.
Namun, belum diperoleh kepastian tentang penyebab penting dari percepatan penyebaran yg luar biasa seandainya dibandingkan 10 tahun silam.
Saat ini, para pengidap sifilis di Jepang diminta melaporkan diri, seandainya mereka pernah melakukan hubungan seks, baik dengan pasangan sejenis maupun beda macam kelamin.
Para penderita sifilis yg memiliki pengalaman seks oral pun harus melaporkan diri. Sebab, infeksi ini pun bisa menular dari seks oral, yg ditandai dengan munculnya ruam di dalam mulut.
Di Jepang kewajiban melapor semacam ini diatur dalam Undang-undang tentang Penyakit Menular.
Namun, laporan itu cuma mulai mencantumkan data umum, seperti usia pasien dan macam kelamin. Tak ada identitas lebih detail tentang pekerjaan maupun kebangsaan pasien.
Shinjuku Ward
Penyebaran infeksi ini paling banyak terjadi di Shinjuku Ward, Tokyo. Wilayah tersebut memang dikenal sebagai lokasi hiburan malam di Tokyo.
Sebanyak 40 persen pasien sifilis yg terdata di Tokyo berasal dari daerah ini. Shinjuku Ward juga menyumbang angka 20 persen dari jumlah penderita sifilis di semua Jepang.
Menanggapi keadaan itu, otoritas kesehatan di Shinjuku Ward mendorong segala RS agar mau menanyakan latar belakang pasien.
Pertanyaan tu berkisar tentang, apakah pasien bekerja di bisnis hiburan, dan apa kebangsaan pasien tersebut.
Data tersebut diharapkan dapat memetakan "rute" penting penyebaran sifilis di Jepang.
Sementara, tim riset khusus yg dibentuk Pemerintah Jepang ditargetkan bisa menyelesaikan verifikasi tentang penyebaran infeksi itu pada akhir Maret tahun depan.
Makoto Onishi,
Pada tahap awal penyebaran infeksi ini, pasien cuma mulai merasakan ruam dan benjolan-benjolan kecil di bagian terinfeksi. Misalnya di area alat vital. Namun, gejala itu mulai hilang dengan sendirinya.
Selanjutnya, dalam fase kedua, yg kira-kira mulai terjadi tiga bulan kemudian, pasien mulai menderita karena ruam yg muncul di telapak tangan, dan telapak kaki.
Lagi-lagi, gejala tersebut mulai lenyap secara natural.
Jika dibiarkan tanpa penanganan medis, infeksi itu mulai mengakibatkan peradangan di sekujur tubuh, tiga tahun kemudian.
Peradangan itu mampu menyebabkan kerusakan otak dan jantung.
“Penggunaan kondom bagi mencegah penyebaran infeksi ini cukup efektif tetapi tetap tak cukup," kata Kunio Kitamura.
Kunio Kitamura adalah peneliti dan dokter kandungan yg menjabat sebagai Kepala di the Japan Family Planning Association.
"Semua orang berisiko, kecuali mereka yg secara spesifik memiliki pasangan seks yg benar-benar bebas dari sifilis," kata dia.
“Jadi para dokter harus lebih agresif mendorong pasien yg terduga mengidap sifilis agar mau menjalani tes," kata Kitamura lagi.
Source : internasional.kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar