TEMANGGUNG, Seorang warga Temanggung, Jawa Tengah, sebut saja bernama S, telah bertahun-tahun menjadi tengkulak tembakau. S yg yaitu warga Kecamatan Ngadirejo dikenal sebagai tengkulak tembakau di Kecamatan Parakan.
Dia memiliki rumah yg mampu dikategorikan mewah di desanya. Rumah itu memiliki beberapa lantai berkeramik dengan pekarangan luas dan dipagar tembok.
S juga memiliki sebuah gudang penyimpanan tembakau. Namun karena sedang tak musim panen, tidak ada tembakau yg disimpan di sana.
Saat ditemui, S menjelaskan mengenai harga tembakau di Temanggung yg akan menurun sejak 2012. Turunnya harga tembakau itu juga dikeluhkan para petani tembakau di Temanggung.
Bahkan sampai ada petani tembakau yg beralih menanam sayur karena lebih menjanjikan dan proses tata niaga yg lebih terbuka.
Berdasarkan penjelasan yg diperoleh S dari pihak pabrik, dalam dua tahun terakhir banyak tembakau berkualitas baik yg dicampur dengan tembakau kualitas rendah, atau tembakau yg grade-nya di bawah standar yg diinginkan pabrik.
"Tembakaunya dipalsuin sama yg bosok-bosokan (kualitas rendah) itu lho," ujar pria berusia sekitar 60-an tahun itu, ketika ditemui di rumahnya, Minggu (25/12/2016).
(Baca: Romantika Petani Tembakau di Temanggung)
Menurut S, dicampurnya tembakau kualitas baik dengan kualitas rendah tak pernah terjadi sebelum 2011. Dia menengarai praktik itu terjadi karena lemahnya aturan kepemilikan kartu tanda anggota (KTA) dari pabrik dan celahnya dimanfaatkan petani nakal.
S menjelaskan, awalnya para tengkulak yaitu orang-orang yg dipercaya pabrik buat mengumpulkan tembakau dari petani. Kepercayaan itu ditandai dengan diberikannya KTA dari pabrik kepada tengkulak.
Masalah akan terjadi saat pemilik KTA meninggal dunia. Secara otomatis KTA-nya itu beralih ke keluarganya, meskipun penerus pemegang KTA itu tidak mengusai pertembakauan.
Lebih jauh, KTA itu disewakan ke orang yang lain dengan kompensasi untuk hasil. Para penyewa KTA yg notabene bukan orang yg dipercaya pabrik ini kerap mengubah harga tembakau.
S menuturkan, tembakau kualitas rendah biasanya cuma dihargai Rp 10.000 per kilogram, sedangkan tembakau kualitas baik, dengan grade yg diinginkan pabrik, dihargai minimal Rp 100.000.
"Kalau dicampur, kan udah untung Rp 90.000 (per kilogram)," ujar dia.
S menilai telah seharusnya pihak pabrik mengubah sistem kepemilikan KTA. Dia berharap pemilik KTA benar-benar orang yg menguasai tembakau dan berpihak pada kepentingan petani.
S mencontohkan keadaan ketika dirinya dahulu mendapatkan KTA pada 1980-an.
"Kayak bapak aku walaupun enggak milik KTA, tetapi aku dapat bisa karena pintar nyari tembakau," ujar bapak tiga anak tersebut
(Baca: Cerita Petani soal Tengkulak Tembakau di Temanggung)
Pabrik diam
Sebagai orang yg pernah merasakan era kejayaan harga tembakau, S mengaku pernah mengusulkan agar pabrik mengubah sistem pemberian KTA bagi para tengkulak.
Namun dia menyebut pihak pabrik seperti tidak milik niat bagi memperbaiki kondisi. Bukannya memberi harga tinggi pada tembakau lokal, pihak pabrik justru sempat menjelaskan bahwa ketika ini tidak lagi mendapat anggaran dari kantor pusat buat membeli tembakau Temanggung.
Kondisi itu membuat pabrik tidak lagi milik banyak dana bagi membeli tembakau lokal dengan harga tinggi.
"Katanya (pihak pabrik) kalau tahun ini enggak ada uang dari Kediri. Kediri enggak ngasih uang. Jadi belinya pakai uang sendiri," ucap S.
S menduga ketika ini para produsen rokok di Tanah Air telah mengimpor tembakau dari luar negeri. Hal itulah yg disebutnya membuat pabrik tidak lagi milik daya bagi membeli tembakau lokal.
Menurut S, dugaannya itu diperkuat kesamaan pola yg dikerjakan pabrik tempatnya memasok tembakau dengan pabrik dari produsen lain.
Sebelum 2011, S menyebut produsen berlomba-lomba mendapatkan tembakau lokal berkualitas. Kondisi itulah yg membuat harga tembakau tinggi.
Namun, S menilai ketika ini produsen rokok di Temanggung seperti lesu buat membeli tembalau lokal.
Akibatnya, harga tembakau tak pernah lagi sama dengan harga pada 2011. Saat ini, harga maksimal tembakau yg dipasoknya ke pabrik cuma Rp 80.000 per kilogram.
S mengatakan, telah saatnya pemerintah campur tangan dan mengupayakan naiknya harga tembakau seperti 2011 misalnya dengan membatasi impor.
"Harusnya yg mampu menekan Presiden, Pak Jokowi langsung," ujar dia.
Selain itu, S menilai pemerintah seharusnya mampu membentuk sebuah BUMN yg khusus bagi mengurusi tembakau.
Dengan demikian, masyarakat lokal yg menggantungkan hidupnya dari tembakau tidak perlu lagi bergantung pada produsen rokok.
Di sisi lain, pemerintah juga masih dapat mendapatkan pemasukan dari cukai tembakau.
"Selama ini kan tembakau ini kan kapitalis. Yang milik modal dapat berbuat semaunya, ya petani pasti mulai jatuh terus. Tapi kalau yg beli pemerintah, harganya dipatok bukan buat rokok kan lumayan. Jadi enggak bagi rokok, tetapi terbeli," ucap S.
Secara terpisah, Ketua Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany, menyebutkan data dari Kementerian Perdagangan mengenai statistik perkebunan di Indonesia memamerkan terjadinya tren kenaikan impor tembakau setiap tahunnya.
Menurut dia, tembakau di Indonesia akan banyak yg diimpor dari China dan sebagian kecil dari Amerika Serikat.
Hingga 2012, kata Hasbullah, jumlah tembakau impor bahkan telah mencapai 72,5 persen dari total penggunaan tembakau buat industri di Indonesia.
"Jadi kalau Dewan Perwakilan Rakyat mau membuat undang-undang mengenai tembakau bagi melindungi petani tembakau, pertanyaannya, petani yg mana? Kalau memang mau melindungi, stop saja impornya," ucap Hasbullah dalam seminar pengendalian tembakau dengan tema "Membongkar Hambatan Aksesi FCTC dan Mitos Rokok di Indonesia" di Bogor, Jumat (30/9/2016).
Sementara itu, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesua (APTI) Wisnu Brata menilai seandainya impor tembakau selalu dibiarkan tanpa dibatasi, maka tembakau lokal mulai habis. Di sisi lain, upaya buat mengendalikan produksi rokok tak mulai pernah tercapai.
"Kalau pemerintah tak hadir memberikan perlindungan pada petani ya nanti rokok tetap ada, tetapi tembakaunya bukan tembakau nasional kami lagi," kata dia.
Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia Budidoyo Siswoyo menilai kenaikan harga tembakau lokal cuma mampu dikerjakan dengan pemberian insentif dari pemerintah kepada pra petani. Ia menilai insentif dapat diberikan dengan pemberian kredit dengan bunga ringan ataupun subsidi pupuk.
"Karena saat dia tak mendapatkan insentif atau nilai tambah, maka kan keuntungan tak mulai didapatkan. Jadi kalau dia disuruh mengeluarkan biaya tambahan bagi meningkatkan kualitas jadinya sulit," ucap Budidoyo.
Source : regional.kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar