WASHINGTON DC, - Penggunaan suntikan maut dalam pelaksanaan eksekusi hukuman mati di Amerika Serikat kembali memunculkan perdebatan.
Beberapa kalangan mempertanyakan efektivitas suntikan maut setelah seorang terpidana mati di Alabama harus menjalani eksekusi yg sangat menyakitkan.
Ronald Smith (45), yg menjalani eksekusi atas pembunuhan terhadap seorang staf sebuah toko kelontong pada 1994, terbatuk dan tercekik selama 13 menit sebelum dinyatakan meninggal dunia.
Secara total, proses eksekusi yg digelar pada Kamis (8/12/2016) itu membutuhkan waktu 34 menit.
"Smith kelihatan sangat kesulitan bernapas," kata Kent Faulk, jurnalis situs berita al.com yg menyaksikan jalannya eksekusi.
Kondisi ini membuat pemerintah setempat turun tangan buat menyelidiki prosedur eksekusi tersebut.
"Akan digelar otopsi terhadap jasad Ronald Smith bagi mengetahui apakah terjadi kesalahan prosedur," kata komisioner lembaga pemasyarakatan Alabama, Jefferson Dumm.
Sementara itu, juru bicara badan pemasyarakatan Alabama Bob Horton mengatakan, pihaknya telah menjalankan seluruh prosedur eksekusi sesuai dengan protokol yg berlaku.
"Pada awal proses eksekusi, Smith, dengan mata tertutup, memang terbatuk, tapi sejauh pengamatan kalian dia tidak menderita selama eksekusi berlangsung," ujar Horton.
Beberapa negara bagian AS yg masih menerapkan hukuman mati mengalami kekurangan persediaan substansi suntikan maut buat pelaksanaan hukuman mati.
Kondisi itu terjadi karena sejumlah perusahaan farmasi telah tak mau lagi memproduksi substansi yg dibutuhkan buat proses hukuman mati.
Terlebih lagi, sebagian besar perusahaan farmasi itu berada di negara-negara Eropa yg telah menghapuskan hukuman mati.
Untuk "mengakali" keadaan ini, dua negara bagian AS, seperti Alabama, mengadopsi metode tiga obat.
Dalam metode ini, terpidana mati awalnya dibuat tertidur, tahap kedua adalah membuat tubuhnya lumpuh, sebelum langkah terakhir menghentikan detak jantungnya.
Alabama memakai obat bius midazolam buat tahap pertama. Para kritikus mengatakan, obat itu tak benar-benar membuat terpidana mati tidur sebelum obat kedua disuntikkan.
Sejumlah pejabat penjara mengatakan, kata-kata terakhir Smith adalah dia menegaskan tak mulai memberikan pernyataan terakhir sebelum menjalani eksekusi.
Namun, bibir pria itu selalu bergerak sebelum dan sesudah tiga substansi obat itu disuntikkan.
"Tangannya mengepal kencang setelah suntikan pertama diberikan. Mata kirinya juga dua kali sedikit terbuka," kata Faulk.
Sejauh ini belum ada tanggapan dari manajemen lapas terkait pengakuan dari Kent Faulk.
Sejak Januari 2014, dua eksekusi hukuman mati di AS berlangsung kurang "mulus", misalnya Dennis McGuire yg membutuhkan waktu 25 menit dan Clayton Lockett yg meninggal dunia setelah 43 menit.
Meski telah banyak contoh kegagalan, Virginia dan Ohio pada tahun depan mulai mengikuti jejak Alabama memakai midazolam dalam proses hukuman mati.
Source : internasional.kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar